KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki program Perhutanan Sosial.
Program Perhutanan Sosial juga menjadi benda legal untuk masyarakat disekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan negara seluas 12,7 juta hektar.
Akses legal pengelolaan kawasan hutan ini, dibuat dalam beberapa skema pengelolaan, diantaranya adalah Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat/ Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (HTR/IPHPS), Hutan Adat (HA) dan pola kemitraan.
Berdasarkan permohonan Gabungan Kelompok Tani Mandiri Telukjambe Bersatu (GKTMTB) yang merupakan gabungan dari Serikat Tani Telukjambe Bersatu ( STTB) dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan ( LMDH) menjadi Gabungan Kelompok Tani Mandiri Telukjambe Bersatu , KLHK memberikan akses legal pengelolaan dengam skema HTR/ IPHPS kepada 783 Kepala Keluarga dengan luas lahan garapan seluas ±1.566 hektare pada kawasan hutan produksi di wilayah kerja perusahaan umum kehutanan negara ( Perum Perhutani ). Dan sebanyak 249 Kepala Keluarga dapat diberikan Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (KULIN-KK).
Sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK. 5320/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/10/2017 tentang Pemberian izin pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) Kepada Gabungan Kelompok Tani Mandiri Telukjambe Bersatu (GKTMTB) Seluas ±1.566 ( Seribu Lima Ratus Enam Puluh Enam ) Hektare pada kawasan hutan produksi di wilayah kerja perusahaan umum kehutanan negara ( Perum Perhutani ) di RPH Wanakerta, BKPH Telukjambe, KPH Purwakarta yang terletak di Kecamatan Telukjambe Barat dan Kecamatan Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang.
Didalam SK Menteri KLHK tertuang Luas areal definitif diperoleh setelah dilakukan penandaan batas di lapangan dan luas areal garapan bagi anggota kelompok sekitar 2 (dua) hektare dan luasan di lapangan disesuaikan dengan topografi dan kesuburan lahan secara musyawarah mufakat;
Namun ironisnya, dalam perjalannya beredar kabar, jika dari 783 Kepala Keluarga penerima IPHPS yang namanya tertuang dalam SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak SK tersebut diturunkan hingga hari ini, sebanyak 96 petani yang merupakan pejuang konflik dugaan perampasan lahan oleh Pertiwi Lestari beberapa waktu lalu, belum mendapatkan apa yang menjadi haknya, yaitu mendapatkan 2 hektar lahan garapan.
Informasi dilapangan yang masuk ke redaksi onediginews.com, hampir 6 tahun berselang hingga hari ini, diduga para petani garapan tersebut (96 Kepala Keluarga Pejuang Konflik) banyak yang tidak tahu jika namanya tercantum didalam SK sejak tahun 2017 lalu.
Seperti yang disampaikan bapak Aban (70 thn), Kepala Keluarga (Petani Penggarap yang merupakan salah seorang pejuang konfli ), yang namanya tertuang dalam daftar nama anggotan GKTMTB. Dimana didalam SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK. 5320/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/10/2017, tertanggal 16 Oktober 2017 itu, Bapak Aban terdaftar di nomor 742 dengan alamat Dusun Pasir Ipis Bawah, Kecamatan Telukjambe Barat.
“Katanya, nama saya ada didalam SK Menteri untuk mendapatkan 2 hektare lahan garapan dari IPHPS, Itu juga katanya,” ungkap bapak Aban yang ditemui onediginews.com dikediamannya, Selasa (9/5/2023).
“Tapi sejak SK tersebut diturunkan, saya belum mendapatkan lahan garapan yang dimaksud,”ujarnya lagi.
Dikatakan Bapak Aban, ia kerap menanyakan hak lahan garap dirinya ke pengurus (GKTMTB), namun jawaban mereka selalu saja sama, bahwa lahan garapan IPHPS sedang diurus.
“Sudah beberapa kali nanya, jawaban mereka selalu sedang diurus, belum selesai urusannya ,” kata bapak Aban.
Ia pun berharap, Apa yang memang menjadi haknya bisa didapatkan, dan bisa digarap dengan aman.
“Ya, kami berharap, jika memang ada lahan yang berhak untuk kami garap, ya berikan kepada kami. Dan kami juga ingin menggarap dengan aman. Kalau ada tapi tidak aman, ya, buat apa,” ungkapnya lagi.
Senada, Mohasim (75 thn) yang juga turut ikut berjuang , warga Dusun Cisadang, Desa Wanajaya, Kecamatan Telukjambe Timur, dengan nomor 110 dalam SK Menteri, mengaku bahwa dirinya juga, sampai hari ini belum mendapatkan apa yang menjadi haknya.
Setiap kali ditanyakan kepada pengurus, lanjutnya, mereka selalu mengatakan sedang diurus.
” saya memang mengetahui bahwa nama saya tercantum dalam SK Menteri Nomor 110. Dan saya pun merasa punya hak untuk menggarap, karena lahan garapan itu diberikan langsungoleh pemerintah, sesuai SK saya,” ungkapnya.
“Namun ketika saya mau mematok lahan saya disana, pengurus malah melarang saya mematok lahan yang menjadi hak saya dengan alasan penggarap awal juga ikut berjuang (Konflik Pertiwi Lestari), ” tutur Mohasim lagi.
Ia pun berharap, hak garap dirinya segera diberikan, karena dirinya sudah menunggu lama, hampir 10 tahun lamanya.
“Saya sudah menanyakan terkait lahan garap sesuai SK Menteri tersebut, namun setiap kali ditanyakan jawabam mereka selalu saja sedang diurus, sedang diurus,” sesalnya.
Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris GKTMTB, Totok, membantah jika 96 Kepala Keluarga Petani Penggarap mendapatkan IPHPS. Menurutnya SK IPHPS diperuntukan bagi Anggota Serikat Tani Telukjambe Bersatu
“Saya rasa tidak benar, yang berhak dapat ijin SK IPHPS adalah seluruh anggota Serikat Tani Telukjambe Bersatu ( STTB), Bukan hanya 96 Kepala Keluarga. Dan 783 Kepala Keluarga adalah gabungan antara STTB dan Lembaga Masyarakat Hutan Desa (LMDH),” kata Totok melalui pesan Whatsappnya, Rabu (10/5/2023).
” Dulu masa berjuang kami para petani bergabung dengan STTB dan setelah bertemu bapak Presiden RI maka kami anggota STTB di verifikasi oleh KLHK dengan para petani yang bergabung di LMDH, akhirnya tercatatlah 783 Kepala Keluarga dalam SK IPHPS tersebut,” jelasnya.
Ditanya apakah Aban dan Mohasim namanya masuk kedalam SK IPHPS KLHK, Totok menjawab kurang hapal.
“Saya kurang hafal Bu untuk nama-nama yang masuk SK IPHPS Mungkin nama pak muhasim masuk karena beliau eks konflik. Karena dulu yang eks konflik tidak perlu verifikasi oleh Kementerian LHK,” jelasnya.
Ditanya lebih lanjut, mengenai hak lahan garapan bagi ke 96 Petani Pejuang sebagaimana tertera dalam SK IPHPS KLHK, Totok menjawab lahan siapa yang harus diberikan 2 hektar, karena semua lahan di area IPHPS sudah ada penggarapnya masing-masing.
“Skema awal adalah bagi anggota yang diluar konflik musti berbagi, nah hasil berbagi itu yang akan di berikan kepada anggota kita yang eks konflik. Namun skema itu tidak berjalan sesuai yang diharapkan,” jelasnya lagi.
Disinggung mengenai isi SK IPHPS KLHK, Totok menuturkan bahwa SK tersebut tdak untuk mendapatkan 2 Ha lahan garapan, akan tetapi, KLHK memberikan batasan kepada Kepala Keluarga penerima SK IPHPS untuk tidak boleh menguasai fisik lebih dari 2 Ha.
“Mohon maaf tapi tidak untuk mendapatkan 2 Ha, hanya saja KLHK memberikan batasan kepada kepala keluarga penerima SK IPHPS tidak boleh menguasai fisik lebih dari 2 ha itu yang di maksud. Jika melihat peta di dalam SK ada peta yang membentuk pistol itu ada luasan +_ 400Ha, itu sama sekali tidak bisa di sentuh oleh Poktan GKTMTB karena apa…? Karena dari awal itu bukan pengajuan STTB dan tidak ada 1 pun anggota STTB yang memiliki garapan di areal itu,” ungkap Totok memaparkan.
“nah itu yang membuat kami pengurus hingga hari ini masih komplain ke KLHK agar permintaan addendum kami terkait peta kerja kami di revisi,” tegasnya.
Jika lahan ada, lanjut Totok, pasti akan diberikan oleh GKTMTB kepada petani penggarap yang terkena dampak konflik itu sesuai bunyi SK.
“Ini yang kadang saudara-saudara kami tidak pahami, waktu itu kami coba tata bialah walau hanya dapat 1000 meter atau syukur bisa lebih intinya kelola saja tapi mereka banyak yang kompalin ingin mendapat lebih dari itu sedangkan lahan kita hanya mengandalkan hasil berbagi dari saudara-saudara kita yang ada di dalam areal IPHSP,” Pungkasnya.
Reporter : Nina Melani Paradewi