KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Keberadaan Pendamping Desa pada Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, mulai menjadi sorotan.Pasalnya, diduga ada oknum pendamping yang rangkap jabatan.
Indikasinya, ada oknum pendamping desa yang disinyalir merangkap menjadi wakil rakyat periode 2024-2029, terpilih pada Pemilu Legislatif 2024 dan baru saja dilantik 5 Agustus 2024 lalu. Yang bisa dipastikan mereka (pendamping desa yang menjadi anggota dewan), mendapatkan gaji sampai tunjangan kinerja baik dari APBD. Atau dibiayai oleh Negara.
Dampaknya, patut diduga terjadi penghitungan ganda anggaran. Karena pendamping desa pun mendapatkan honor atau gaji yang dibiayai oleh negara yakni melalui APBN.
“Dan dari hasil penelusuran dan dalam kajian saya, dalam Keputusan Menteri Desa Nomor 40 tahun 2021 tentang petunjuk teknis pendamping masyarakat desa , dalam point G tentang Etika Profesi Tenaga Pendamping Profesional Desa Nomor 1 Kode Etik, Pendamping Desa harus mematuhi aturan yang berlaku dan menghindarkan diri dari berbagai kepentingan pribadi/kelompok/golongan yang dapat mempengaruhi kualitas pendampingan,” ujar Ketua Jaringan Masyarakat Madani (JMM), Didi Suheri SE.,MM., Selasa (13/8/2024).
“Lalu dalam poin Larangan, pasal jelas tertuang bahwa pendamping desa dilarang menduduki jabatan pada lembaga yang sumber pendanaan utamanya berasal dari APBN, APBD dan APBDesa. Ini jelas jika benar anggota dewan ini masih berstatus juga sebagai pendamping desa ini patut diduga telah melanggar kode etik-nya sendiri,” ungkapnya lagi.
Lebih lanjut Didi menuturkan, dari hasil analisis dan temuan JMM, ada nama dua pendamping desa yang saat ini terpilih menjadi anggota dewan , namun dalam dailyreport Kemendes, per-12 Agustus 2024 diduga nama mereka masih tercantum aktif. Begitupun juga Pendamping Desa yang kemudian menjadi Kepala Desa. Telah bertahun-tahun namanya pun diduga masih tercantum dalam dailyreport Kemendes.
Kalau hasil temuan ini benar adanya, ujarnya lagi, secara otomatis, jika ada yang rangkap, maka diperkirakan ada dua penerimaan anggaran atau istilahnya doubel counting. Sehingga, bakal membebani anggaran. Azas manfaat seperti ini menjadi tidak baik, karena anggaran diperkirakan menjadi tidak tepat sasaran.
“Dan dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dengan tegas tertuang Anggota Dewan dilarang merangkap jabatan yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD. Anggota Dewan juga dilarang melakukan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan wewenang dan tugas mereka sebagai anggota dewan serta hak sebagai anggota Dewan,” ulasnya.
Terpisah, Sampai berita ini diturunkan, dua anggota dewan yang diduga masih berstatus pendamping desa ini, belum bisa dihubungi.
Reporter : Nina Melani Paradewi