KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Malang tak dapat ditolak, untung tak bisa diraih, begitulah kira-kira gambaran peribahasa yang dapat digambarkan dari Asep (42 tahun).
Alih-alih ingin melakukan kontrol rutin ibu tercinta ke salah satu Rumah Sakit Swasta di Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Hj. Atih binti Gadi, (64 tahun) warga desa Karya Mulya, Kecamatan Batujaya, ibunda dari Asep meninggal dunia di Rumah Sakit tersebut, diduga karena terjadi kelalaian dalam penanganan pasien yang tidak sesuai dengan SOP pada Jumat ( 19/07/2024), sekitar Pukul 05:25 subuh (menurut rekam medis).
Dikatakan Asep yang merupakan anak pertama dari Hj. Atih (Almh), kronologis berawal dari niatnya yang ingin melakukan kontrol rutin ke Rumah Sakit pada Kamis (18/07/2024) Pkl 08:00 pagi. Faktor umur yang sudah lanjut usia memang membuat sang ibunda (almh) Hj. Atih harus melakukan kontrol setiap bulannya.
Namun ketika sampai di IGD, sang ibu (Hj. Atih -red) tiba-tiba sesak nafas, dokter yang berjaga kala itu mengatakan bahwa oksigen penuh karena terpakai semua dan tidak ada cadangan, sehingga sang ibu tidak diberikan pertolongan pertama yakni oksigen.
“Sekelas Rumah Sakit besar seperti itu menyatakan tidak memiliki cadangan oksigen (keterangan dokter jaga)” ujar Asep yang masih terlihat sedih ketika diwawancarai.
Menurut keterangan Asep yang sempat berdebat karena tak puas dengan pelayanan IGD.
Beberapa saat setelah dirinya komplain kepada IGD, lanjut Asep, barulah kemudian sang ibunda diperiksa dan mendapatkan penanganan medis oleh dokter yang berjaga saat itu, yakni dr. Derry.
Saat itu, dr. Derry mengatakan kalau kondisi sang ibu drop dan harus masuk keruangan ICU karena IGD penuh dan ruang rawat inap yang berjumlah 154 kamar pun dalam keadaan penuh terisi.
“dr.Derry bilang kalau ibu saya harus masuk ICU, tidak ada ruangan lagi di IGD, saya semakin heran, kami yang minta penanganan medis (yakni pemberian oksigen) karena ibu saya sesak nafas malah disuruh masuk ICU,” sesalnya lagi.
Karena tidak terima dengan hal tersebut, akhirnya Asep memutuskan untuk memindahkan sang ibu ke Rumah Sakit lain. Mendengar pasien akan dipindah, tak berapa lama dr. Derry yang awalnya mengatakan tidak ada ruangan di IGD menghampiri Asep dan mengatakan kalau ruangan IGD sudah ada yang kosong karena ada pasien lain yang pulang.
Asep pun sempat disuruh menandatangani surat pernyataan penolakan ICU oleh dokter Derry, dan sang ibu akhirnya tidak jadi dipindahkan , lanjut kemudian di rawat diruangan IGD Rumah Sakit pada malam itu.
Malam berlalu, obat pun diberikan oleh tenaga medis , baik obat oral maupun suntik. Ketika menjelang subuh, kondisi Hj. Atin (almh) terjadi penurunan hingga sampai pada titik kritis.
Almarhumah H. Atih meronta-ronta dan merasa tidak nyaman, Asep yang pada malam itu sempat berniat pulang dan gantian jaga dengan istri dan adik-adiknya, saat sedang diperjalanan arah pulang ditelpon oleh pihak keluarga dan mengatakan kalau kondisi sang ibu kritis dan tiba-tiba down.
Di IGD, keluarga yang merasa cemas dengan kondisi tersebut langsung memanggil tenaga medis yang berjaga.
“Saat itu mertua saya meronta-ronta, tenaga medis pun datang dan memeriksa, lalu ibu diberikan sebuah suntikan yang katanya obat anti nyeri (statement dari perawat yang menyuntikkan), anti inflamasi, karena saya sempat menanyakan kepada Perawat terkait obat apa yang disuntikan,” ujar istri Asep yang saat itu standby berjaga, saat mendampingi sang suami Asep, memberikan pernyataan kepada media.
“Setelah disuntik, mertua saya pun memang langsung tenang dan tidak meronta-ronta lagi” ujar istri Asep yang dalam pengakuannya, setelah itu keluar untuk melaksanakan shalat subuh.
Tak berapa lama disuntik, Asep yang baru kembali lagi ke Rumah Sakit, karena mendapat kabar sang ibu kritis, langsung mendengar teriakan dari adiknya yang masih standby di IGD berjaga bahwa sang Ibu telah meninggal dunia. Suasanapun langsung kisruh, Asep yang tidak terima dengan hal ini komplain dan protes kepada pihak IGD Rumah Sakit sembari panik sambil mendokumentasikan kejadian.
Sementara itu, Doni selaku Bussines Development Manager dan Indra selaku Kepala Perawat Rumah Sakit memberikan klarifikasi mewakili pihak Rumah Sakit pada saat dikonfirmasi awak media beberapa waktu lalu.
Dalam kesempatan tersebut, Indra membantah bahwasanya keterangan yang diberikan oleh Asep (anak pertama korban Almarhumah Hj Atih) terkait oksigen, penanganan medis dan obat yang disuntikan hingga pasien meninggal dunia, ditegaskannya, itu tidaklah benar.
Indra mengatakan, bahwa memang ada cadangan oksigen tabung kecil, namun hanya oksigen tersebut hanya akan bertahan 20-30 menit, sehingga tidak diberikan kepada pasien.
Melalui Indra juga, pihak Rumah Sakit menyangkal jika penyuntikan dilakukan pada saat pasien meronta-ronta.
Terkait obat yang disuntikan, pihak Managemen Rumah Sakit melalui Indra menjelaskan, obat tersebut adalah obat lambung yang memang biasa disuntikan sebagai terapi medis, Indra mengaku obat tersebut adalah antibiotik (ceftriaxone) dan obat lambung.
Sumber Berita : Lensafakta.com/Rendy Rahmantha, arusbawah.com/Agung, dan onediginews.com/Hada
Editor : Nina Melani Paradewi