KARAWANG – Diduga karena ulah oknum pejabat direksi lama, PT LKM Karawang yang suntikan modalnya didapat dari uang APBD Propinsi dan Daerah itu mencatatkan kinerja merah dalam laporan keuangannya alias merugi.
Karena kabarnya kolusi atau kongkalikong sangat kental saat itu, sehingga prosedur peminjaman atau Standar Operasional (SOP) yang ada di PT LKM itu tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang pun mengaku kecolongan, uang yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk mensejahterakan masyarakat Karawang khususnya ditengah pandemi Covid -19 seperti ini, diduga justru berhamburan dengan penagihan yang sulit alias macet hingga miliaran rupiah.
“Direksi yang lama akhirnya diketahui membuat kebijakan yaitu membuka tiga program pinjaman salah satunya pinjaman konsumtif. Kita kecolongan, karena kemudian diketahui peminjam konsumtif justru lebih banyak, dengan tidak melalui prosedur yang ada dan seharusnya, sehingga tak heran macet,” ungkap Kepala Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Kabupaten Karawang, Sari Nurmiasih kepada Onediginews beberapa waktu lalu.
Bahkan sebagai Owner , Pemkab Karawang sampai hari ini belum juga bisa menggelar RUPS Kinerja, karena belum adanya laporan pertanggungjawaban (LPJ) kinerja dari pejabat direksi yang lama tersebut.
“Kita sudah desak terus, namun belum juga ada laporan kinerja yang dia berikan sebagai direksi, sejak ia diberhentikan bulan Februari lalu. Yang bersangkutan tidak kooperatif,” imbuhnya saat itu.
Menanggapi polemik tersebut diatas, Muhammad Gary Gagarin, SH., MH., Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang, mengatakan bahwasannya secara hukum direksi itu tidak boleh bertindak melebihi apa yang sudah ada dalam anggaran dasar perusahaan dan melampaui ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut nantinya menurut Gary, dapat dikatakan sebagai perbuatan “ultra vires”.
Gary menegaskan, kebijakan yang dibuat tanpa didasari oleh anggaran dasar, peraturan perundang-undangan, serta SOP yang ada di PT LKM, Apabila terjadi kerugian maka direksilah yang harus bertanggung jawab sampai dengan harta pribadinya.
“artinya ketika kesalahan direksi dapat dibuktikan, secara otomatis direksi akan dimintai pertanggungjawaban secara pribadi, hal ini dapat dilihat pada UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,” jelasnya.
Selain itu, jika dari hasil audit ditemukan adanya unsur kesalahan dan membawa kerugian terhadap perusahaan, maka secara hukum pemilik modal dalam hal ini pemerintah daerah Propinsi dan/atau Kabupaten memiliki hak untuk melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) agar dilakukan penyeledikan terhadap temuan -temuan yang ada.
“Kredit macet yang saat ini terjadi, itu dapat diduga tidak dijalankannya analisis resiko yang benar, sehingga kredit macet itu terjadi, apalagi jika jumlahnya melebihi dari 50 persen,” ungkapnya.
Gary menambahkan, jika memang ada bukti aliran dana PT. LKM kepada PNS dan anggota dewan yang macet, maka pemerintah daerah dapat meminta pendampingan kepada Kejaksaan Negeri Karawang sebagai upaya penyehatan perusahaan.
“pemerintah sebagai owner harus serius menangani persoalan ini, karena uang yang digelontorkan bukan uang yang sedikit. Sebagai suatu Perseroan Terbatas,seharusnya dikelola secara profesional dan tidak boleh adanya conflict of interest dalam pengelolaan perusahaan,”tandasnya.
Terakhir Gary menuturkan, Terkait sisa penyertaan modal sebesar kurang lebih Rp. 2,6 Miliar yang saat ini sudah dicairkan Pemerintah kepada PT LKM Karawang, dikatakan Gary, bukanlah langkah yang tepat. Pasalnya, Perusahaan plat merah ini sedang dalam kondisi tidak sehat.
“Dan Pemkab sebagai pemilik modal juga harus mengambil langkah tegas kepada direksi yang lama, karena dasar dari LPJ tersebut akan sangat menentukan arah pengelolaan perusahaan selama ini seperti apa,” pungkasnya. (NN)