KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Pemerintah Kabupaten (pemkab) Karawang mengusulkan upah minimum kabupaten (UMK) 2024 naik hingga 12 persen, mendekati Rp6 juta.
Usulan tersebut lebih tinggi dari usulan Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo ) Kabupaten Karawang yang hanya sebesar 1,89 persen dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Karawang sebesar 3 persen.
Sontak perbedaan tersebut di sorot Pengamat Politik dan Pemerintahan Karawang, Asep Agustian SH.,MH., yang juga Ketua Peradi Kabupaten Karawang.
Sebelumnya, ia mengapresiasi upaya para buruh untuk mendorong kenaikan UMK sesuai keinginan mereka.
Tetapi ia juga mengingatkan kepada semua pihak, kenaikan UMK yang tinggi bisa memicu sejumlah pabrik dan perusahaan di Kabupaten Karawang bangkrut atau pindah lokasi ke luar daerah Karawang
“Sisi lain, imbas dari tutupnya pabrik atau berpindah lokasi akan mengakibatkan tingginya pengangguran di Kabupaten Karawang,” kata Askun, sapaan akrabnya.
Askun menilai usulan kenaikan UMK oleh Apindo sebesar 1,89 persen sudah cukup, karena kenaikan 1,89 persen hanya upah (gaji pokok), belum variabel lainnya seperti uang lembur, BPJS, uang makan transport pastinya mengikuti kenaikan UMK.
“Saya hanya bisa usap dada dan istighfar ketika tahu usulan kenaikan UMK sebesar 12 persen, apakah semua pengusaha sanggup? Kalau tidak sanggup, siapa yang jadi korban? Ya buruh sendiri yang akan jadi korban,” kata Askun yang juga mantan GM PT Beesco ini.
“Saya contohkan dulu saya pernah pegang pabrik, tapi kemudian perusahaan saya tutup karena tingginya UMK di Karawang. Dahulu (tahun 2022) di angka sekitar Rp5,2 juta, sekarang capai hampir Rp5,8 juta, karena ketidakmampuan bayar gaji sesuai UMK, ya akhirnya pabrik saya tutup,” timpalnya.
Askun tidak menolak dengan adanya kenaikan UMK Karawang, tetapi kenaikannya jangan terlalu tinggi biar daerah sekitar Karawang (Subang, Sumedang, dst) UMK-nya tidak jomplang, sehingga lambat laun ada pemerataan UMK se-Jabar.
“Jangan sampai orang berbondong-bondong datang ke Karawang demi UMK tinggi sementara warga Karawang sendiri hanya jadi penonton dan pengangguran, efek dominonya tingkat kriminalitas naik,” ucapnya.
Ia pernah menyampaikan ke serikat pekerja bahwa kenaikan UMK sebenarnya hanya menaikan gaya hidup, tanpa memikirkan bagaimana pabrik bisa tutup karena UMK tinggi dan berimbas mereka jadi pengangguran.
“Kemudian jika telah terjadi pengangguran apakah Pemkab Karawang bisa membantu untuk memperkerjakan kembali masyarakatnya sendiri, saya tidak berharap ketika pemimpin mau dipilih baru butuhkan masyarakat, tapi ketika sudah jadi masyarakat malah diabaikan,” tegasnya.
Kata Askun, bola kenaikan UMK sekarang ini ada di tangan Pemprov Jabar. Kalau Pemprov Jabar berani tandatangani usulan kenaikan UMK 12 persen, sama halnya pemrov ‘membunuh’ pabrik dan buruh juga.
“Kalau berani (tandatangani) berarti hebat, berarti pemprov ‘membunuh’ semua perusahaan, pabrik bakal banyak tutup dan hengkang dari Karawang,” tutupnya. (red)