KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menolak tegas penghapusan pasal tentang tunjangan profesi untuk guru dan dosen serta berbagai tunjangan lain dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Pasalnya, hilangnya ayat tentang Tunjangan Profesi Guru (TPG) sama saja melukai rasa keadilan bagi para pendidik yang selama ini mengabdi bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.
Ketua PGRI Kabupaten Karawang ,Nandang Mulyana menegaskan guru dan dosen adalah profesi. Sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan akan keprofesiannya, maka sudah seharusnya pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru dan dosen.
” menghapuskan TPG di RUU Sisdiknas yang saat ini didaftarkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) melukai rasa keadilan bagi kami. Kami menuntut pasal itu dikembalikan,” kata Nandang.
“Kami menunggu instruksi PB PGRI…PGRI Karawang segera kepung DPR RI ,” tegasnya kepada onediginws.com, Minggu (18/9/2022).
Melalui pesan Whatsapp-nya, Nandang pun menyampaikan beberapa poin pernyataan Marzuki Alie. Yaitu,
Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) akan mengepung istana, agar RUU Sisdiknas dan liberalisasi pendidikan dihentikan dan membubarkan Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi (LAM PT).
Dikatakan Mantan Ketua DPR RI periode 2009-2014 ,Dr. Marzuki Alie , yang juga rektor UGM dan pembina APTISI , Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (APPERTI) telah berdiskusi dengan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PGRI ,Unifah Rasyidi dan beberapa tokoh pendidik. Ada hal penting yang ingin ia sampaikan,
1. RUU Sisdiknas diduga telah melecehkan profesi Guru dan Dosen, karena UU Guru dan Dosen dihapuskan. Guru atau Dosen Negeri masuk kedalam UU ASN dan Swasta masuk ke UU Ketenagakerjaan.
Dengan berlakunya UU sisdiknas yang baru Guru dan Dosen bukan lagi profesi tapi sudah menjadi karyawan untuk ASN dan Buruh /Pekerja untuk Ketenagakerjaan.
Artinya tidak perlu lagi ada BKD karena semua upah tergantung hubungan kerja antara majikan dan buruh. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Makarim ,benar-benar sebagai pengkhianat bagi Guru dan Dosen.
2. Dalam RUU sisdiknas yang akan disahkan, tidak ada lagi pendidikan gratis bagi anak-anak kita, ini melawan konstitusi.
3. Nadiem tidak menghargai sama sekali peran swasta selama ini, penerimaan siswa dan mahasiswa yang berjilid- jilid, menutup ruang bagi swasta untuk terus melanjutkan kiprahnya mengabdi untuk negeri.
Kesimpulannya, lanjut Marzuki Alie,
“Kita focus saja untuk menghentikan pengesahan RUU ini, karena ini ancaman yang nyata bagi keberlangsungan pendidikan di Indonesia. Nadiem patut diduga adalah mewakili kepentingaan asing yang ingin menghancurkan bangsa Indonesia melalui kehancuran dunia pendidikan,” ungkapnya.
“Sebagai anak bangsa tidak ada kata lain, kita harus melawan. Bagi yang tidak ikut untuk menurunkan Nadiem patut diduga tidak empati terhadap nasib bangsa ini ke depan. Tidak ada zamannya lagi diantara kita ada yang diam dengan beragam alasan, pilihan hanya satu kita yang bubar atau Nadiem yang turun,” tegasnya.
Terakhir ditandaskannya, “Kalimat ini dapat saya pertanggungjawabkan, bagaimana seorang ibu, Ketua Umum PGRI dipanggil ke kantor kementerian, tidak boleh diwakili, Berhadapan dengan Nadiem ,serta semua Dirjen di Kementerian, itu yang disampaikan Bu Unifah tadi malam”.
“Tapi Alhamdulillah Prof. Unifah tegar, walau dilecehkan oleh Nadiem, tidak mau diajak photo, langsung meninggalkan ruang pertemuan. Kita punya srikandi pejuang dari para Guru se- Indonesia. Pertanyaannya, dimana posisi kita? Masihkah ada diantara kita tdk peduli dengan masa depan bangsa ini. Saatnya Guru dan Dosen melawan,” tegasnya. (Nina)