KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Kisruh pengelolaan limbah di PT. Sharp Electronics Indonesia yang berlokasi di Kawasan KIIC, Karawang, Jawa Barat, nampaknya semakin bergulir panas.
Setelah sebelumnya, Bumdes Desa Sirnabaya, kecamatan Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat dilaporkan oleh PT. RAS (Pengelola limbah PT.Sharp Elektronics Indonesia saat ini) ke Kejaksaan Negeri Karawang.
Kini hadir, PT. Nusa Indah yang mengklaim sebagai perusahaan pengelola limbah pertama yang memiliki surat penunjukan dan surat perintah kerja (SPK) mengelola limbah bekas produksi PT. Sharp Electronics Indonesia sejak tahun 2012 lalu dari Kepala Desa Sirnabaya saat itu, Masuran dan dari PT. Sharp itu sendiri.
Ditemui usai sidang pertamanya, Direktur Utama PT. Nusa Indah, Eka Muharam, Senin (7/2/2022), yang didampingi Kuasa Hukumnya, Aneng Winengsih SH. MH., kepada Onediginews.com, menuturkan kronologis kejadian terkait permasalahan pengelolaan limbah PT. Sharp Electronics Indonesia yang dialaminya.
Melalui kuasa hukumnya, Eka Muharam pun menjelaskan, bahwa PT. Nusa Indah awalnya ditunjuk langsung oleh Kepala Desa Sirnabaya saat itu, Masuran sebagai mitra Desa untuk mengelola limbah di PT. Sharp Electronics Electronic Indonesia. Kesepakatan pun dibuat pada tahun 2012 silam.
“Klien kami awal mulanya melakukan kerjasama pengelolaan limbah, yang ditunjuk oleh kepala desa pada tahun 2012 silam. Penunjukan kemitraan dari Desa sebagai pengelola limbah PT. Sharp Electronics Indonesia. Dan klien saya mendapatkan penunjukan dan Surat Perintah Kerja (SPK) dari PT. Sharp itu sendiri,” paparnya
Kerjasamapun berjalan lancar dan baik. namun pada bulan April tahun 2018, pihak desa sirnabaya menunjuk perusahaan lain yakni CV. Putra Kolong Mandiri dan PT.RAS sebelum menghentikan kerjasama dengan PT. Nusa Indah, dalam pengelolaan limbah PT.Sharp Electronics Indonesia.
“Padahal dalam perjanjian kerjasama dengan klien kami, kemitraan dengan desa ini tidak ada masa jangka waktu habisnya. Dan dengan PT. Sharp pun SPK baru habis bulan Mei ditahun yang sama,” terang Aneng seraya di Aamiini Eka Muharam.
“Oleh karenanya kami menggugat ke pengadilan yakni, Kepala desa, PT Sharp, PT Rindu Alam Sejahtera dan CV. Putra Kolong, dengan adanya perbuatan tersebut. Yang diduga perbuatan melawan hukum, karena diduga menghentikan kerjasama dengan klien kami sebelum waktunya habis,” tegas Aneng lagi.
Kerjasama ini dihentikan oleh desa pada tahun 2018 sekitar bulan April. Sementara dengan PT. Sharp sendiri , perpanjangan SPK dilakukan setiap 5 tahun sekali. Dan baru habis di sekitar bulan Mei 2018, Ujar Aneng menambahkan.
“Semua bukti baik dari penunjukan pihak Desa dan dari PT. Sharp, semua bukti-buktinya ada dikita. Termasuk dari perusahaan sebelumnya dan ke perusahaan selanjutnya,” tandasnya.