Ditempat yang sama, Eka Muharam menambahkan, Kepala Desa Masuran juga pernah mengatakan kepada dirinya, bahwa Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan itu diduga cacat hukum dan tidak ada nomor registernya. Dan pihak desa pada saat menandatangani pun diduga dalam keadaan tertekan.
“Sesuai keterangan kepala desa kepada saya, sebelumnya bahwa SK yang dikeluarkan PT. Sharp kepada CV. Putra Kolong dan PT. RAS adalah cacat hukum dan tidak berkekuatan hukum dan bahkan ada surat perintah untuk membatalkan SPK dari plt kepala desa Sirnabaya kepada pihak PT. Sharp Indonesia kepada kedua perusahaan tersebut,” ungkapnya.
“Kita juga sebelumnya pernah meminta legal opinion atau konsultasi ke Kejaksaan Negeri Karawang, dengan pengacara saya sebelumnya. Kita sudah mengambil upaya hukum, sudah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan,” kata Ade mengungkapkan.
Kembali Aneng menambahkan, gugatan kliennya ini adalah perkara baru, dan hari ini adalah sidang pertama.
“Tuntutan kita adalah membatalkan penunjukan- penunjukan oleh desa sebelumnya, yang kami nilai cacat hukum,” tegasnya.
Dijelaskan Aneng, pihak PT. Sharp Electronics Indonesia juga tidak serta merta mengganti begitu saja. Namun dari pihak perusahaan meminta, siapapun itu perusahaan yang akan mengelola limbahnya, yang terpenting aman dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
“Artinya jika memang pengelolaan limbah ini menjadi hak kita, maka pihak PT. Sharp sendiri bisa menunjuk dengan tenang, bahwa inilah pengelola limbah mereka yang sebenarnya. Sehingga kita berusaha ke pengadilan itu agar kita mendapatkan kekuatan hukum yang tetap atau inkrah,” Pungkasnya. (Nina)