KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang Tahun 2024 mengungkap temuan di Kecamatan Teluk Jambe Barat yang mengindikasikan adanya kelebihan bayar atau penggunaan anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan senilai ratusan juta rupiah.
Berdasarkan LHP BPK RI, Kecamatan Teluk Jambe Barat tercatat telah mengeluarkan anggaran belanja mencapai Rp1.024.764.254,00.
Namun, setelah dilakukan verifikasi mendalam oleh BPK, hanya sekitar Rp667.359.394,00 yang dapat dibuktikan dan sesuai dengan bukti belanja yang sah.
Ironisnya, sisa anggaran sebesar Rp357.404.860,00 dinyatakan BPK tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.
BPK pun merekomendasikan agar mantan Camat Teluk Jambe Barat Arta segera mengembalikan kelebihan bayar tersebut ke kas daerah, sekaligus mendesak Bupati Karawang untuk memberikan sanksi tegas kepada Camat yang dinilai lalai dan tidak mematuhi ketentuan dalam penggunaan anggaran.
Arta, yang kini telah berpindah tugas ke Kecamatan Kutawaluya itu, membenarkan adanya temuan tersebut dan mengklaim telah menindaklanjuti apa yang menjadi rekomendasi BPK.
“Benar dan sudah pengembalian,” ujar Arta singkat saat dikonfirmasi oleh awak media melalui sambungan telepon selulernya, Senin (20/10/2025).
Namun, ketika didesak lebih lanjut mengenai peruntukan dana Rp357.404.860,00 itu hingga dinyatakan ‘tidak senyatanya’ oleh BPK, Arta justru membantah tudingan tersebut.
Ia bersikukuh bahwa semua bukti belanja barang dan jasa telah dilakukan sesuai prosedur.
Menurut Arta, masalah ini muncul akibat lambatnya proses verifikasi dari Inspektorat Daerah Karawang yang seharusnya menindaklanjuti temuan awal BPK.
“BPK saat itu melakukan pemeriksaan dengan meng-croscek ke toko-toko, namun dikarenakan waktunya tidak cukup, maka oleh BPK pemeriksaan dilimpahkan ke inspektorat untuk dilanjutkan,” ungkap Arta.
Arta menyayangkan proses di Inspektorat yang ia sebut juga tidak terselesaikan karena keterbatasan waktu.
“Inspektorat pun sama tidak terselesaikan. Karena waktunya tidak cukup, dan hanya diberi jeda waktu satu hari, sehingga ujung-ujungnya dianggap menjadi kelebihan bayar sebesar Rp. 357 jutaan,” sesalnya.
Ia mengklaim, dana sebesar Rp. 357 juta tersebut merupakan bagian yang tidak sempat terkonfirmasi oleh Inspektorat dari total belanja Rp. 1 miliar lebih yang ia lakukan.
“Semua bukti belinya ada, hanya tidak saja terkonfirmasi oleh Inspektorat sekitar Rp. 357 jutaan dari belanja sebesar Rp. 1 miliar itu,” klaimnya.
Karena ketidakmampuan membuktikan kelengkapan administrasi inilah, dana ratusan juta tersebut akhirnya menjadi temuan yang harus dikembalikan.
Dengan nada penuh penyesalan, Arta mengakui terpaksa harus berkorban secara finansial.
“Akhirnya ya, mau bagaimana lagi, terpaksa saya lakukan pengembalian. Karena konsekuensinya seperti itu harus dikembalikan ke kas daerah. Uangnya ya, dari jual-jual yang ada lah,” tutup Arta, seolah mengindikasikan bahwa ia harus menjual aset pribadi untuk menalangi kerugian negara tersebut.
Red/ smtr