spot_img
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

POS TERKAiT

Dalih Hasil Musyawarah, PJs Kades Cadaskertajaya Diduga ‘Cekik’ Warga Lewat Biaya PTSL Capai Jutaan Rupiah, Sekdes : Buat Suguhan BPN??

KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang digagas pemerintah pusat melalui Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Karawang, yang seharusnya mempermudah masyarakat mendapatkan sertifikat tanah, kini diduga kuat menjadi “lahan basah” praktik pungutan liar (Pungli) oleh oknum Pemerintah Desa Cadaskertajaya, Kecamatan Telagasari.

Dugaan Pungli PTSL tahun 2024 ini mencuat setelah sejumlah warga Desa Cadaskertajaya bersuara.

Mereka mengaku dibebankan biaya pembuatan sertifikat dari Rp 800.000 hingga fantastis, mencapai Rp 2,5 Juta per bidang bahkan lebih. Beban biaya yang mencekik ini bertolak belakang dengan semangat program PTSL yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri.

Sesuai SKB 3 Menteri (Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa PDTT), biaya yang boleh dibebankan kepada pemohon di Pulau Jawa dan Bali hanya sebesar Rp 150.000 (untuk kegiatan di luar BPN).

Lebih lanjut, SKB ini juga menegaskan bahwa BPN tidak memungut biaya apapun alias GRATIS.

Ironisnya, Kesulitan ekonomi warga semakin diperparah dengan dugaan pemaksaan biaya tak wajar ini. Salah seorang warga Dusun Penyalinbanyu, yang enggan disebutkan namanya karena khawatir akan adanya tekanan, mengaku harus menyetor Rp 800.000 langsung kepada Sekretaris Desa (Sekdes) saat mengajukan program PTSL untuk anaknya.

“Saya mengajukan program PTSL atas nama anak saya. Biayanya 800 ribu rupiah. Waktu itu ngasih uangnya ke Sekdes, itu tahun 2024,” ungkapnya kepada wartawan (Sabtu, 01/11/25).

Bahkan, kasus yang lebih mengejutkan terungkap. Seorang warga lain mengaku menyerahkan uang Rp 5 Juta kepada Sekdes Cadaskertajaya, lengkap dengan bukti kuitansi pembayaran bertanda tangan di atas materai.

Keluhan masif ini pun diakui oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Cadaskertajaya, Haris.

Ia menyatakan kerap menerima aduan dari masyarakat terkait biaya PTSL. Haris bahkan sudah memperingatkan Kepala Desa untuk mengacu pada aturan hukum yang berlaku.

“Hasil obrolan dari masyarakat memang benar, biaya Rp. 800 ribu paling kecil. Lalu saya sampaikan kepada kepala desa, bukan acuan seperti itu, ingat SKB 3 Menteri, kewajibannya hanya 150 ribu rupiah,” tegas Haris, yang sayangnya, peringatan tersebut seolah tak digubris Pjs Kepala Desa Nurki.

Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Desa Maman tidak membantah adanya pungutan biaya PTSL antara Rp 800.000 hingga jutaan rupiah tersebut.

Maman berdalih uang tersebut digunakan untuk “biaya operasional”, seperti pemasangan patok, pengukuran tanah, dan biaya makan-minum.

“Kita ada pasang patok, ya, ada biaya makan-minum dan lain-lain. Di mana semuanya memang tidak ditanggung dari biaya Rp 150 ribu, SKB tiga menteri itu. Ukur-mengukur, ya. Operasional lah, ya,” jelas Sekdes Maman.

Bahkan, ia juga menyebutkan adanya biaya untuk “suguhan” bagi petugas BPN.

“BPN memang gak kita kasih biaya, tapi kita kasih suguhan, makan minum. Begitu, karena sudah capek ngukur sampai malam, kejar target,” imbuh Sekdes Maman.

Sekdes Maman berdalih, pungutan tersebut adalah hasil “kesepakatan” setelah musyawarah dengan warga. Malahan menurutnya lagi, banyak warga yang belum menyetorkan uangnya.

“Ada juga yang belum ngasih ke kita. Jadi sertifikatnya udah dapat, tapi uangnya enggak ngasih ke kita, ya. Kalau kita menekan (menagih) enggak enak juga,” tambahnya.

Dipaparkan Maman, kebijakan Nurki, Pjs Kepala Desa saat itu, memungut biaya PTSL kepada warga dilakukan setelah musyawarah terlebih dahulu.

“Hasil musyawarah. Jadi sebelum daftar itu, saya jelasin kepada warga, buat ini, buat itu. Jadi segitu. Saya tawarkan, kalau mau dilanjut. Dan Yang Rp2,5 juta itu, jadi gini, buat desa yang penting melengkapi saja yang diminta. Persyaratan itu lengkap,”tegasnya.

“biayanya sepakat enggak gitu? Rp800 ribu gitu, ya? Kalau kata warga sepakat, ya enggak apa-apa gitu, ya? Itu kan kesepakatan desa. Kalau misalnya BOP kita kurang, kita untuk nutupin dari mana? uang yang segitu itu juga, kalau tidak jadi sertifikatnya kita kembalikan. kita enggak mau ada beban keluarga,” pungkasnya.

Namun, pengakuan ini justru memperkuat dugaan adanya praktik pembebanan biaya di luar ketentuan negara yang sangat memberatkan masyarakat.

Sementara itu, mantan Pjs Kepala Desa Cadaskertajaya memilih bungkam saat dikonfirmasi terkait kebijakan pungutan PTSL yang diterapkannya.

Reporter : Nina Melani Paradewi

Popular Articles