KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Kisruh pencairan uang “kadeudeuh” (santunan purnabakti) bagi anggota Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Kabupaten Karawang terus memanas.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu (10/12/12), Komisi I DPRD Karawang secara tegas menolak usulan pengurus KORPRI yang baru, mengenai pemotongan nilai santunan dan memerintahkan pengurus KORPRI melakukan pembayaran tetap di angka Rp14 juta per orang, sesuai aturan yang berlaku ( Surat Keputusan (SK) tahun 2012 ).
Sikap tegas legislatif ini sejalan dengan tuntutan para pensiunan yang menolak normalisasi pembayaran menjadi Rp7 juta.
Komisi I menilai keputusan sepihak pengurus Korpri yang baru tidak memiliki landasan hukum yang kuat untuk diberlakukan kepada 1100-an pensiunan saat ini.
Ketua Komisi I DPRD Karawang Saepudin Zuhri menegaskan bahwa Surat Keputusan (SK) tahun 2012 yang menetapkan besaran santunan Rp14 juta masih menjadi acuan sah.

Usulan “normalisasi” menjadi Rp7 juta menurut Zuhri, oleh pengurus KORPRI baru dinilai cacat logika jika diterapkan kepada mereka yang sudah purnabakti saat ini.
“Aturan itu tidak boleh berlaku surut. Jika pengurus baru ingin menetapkan angka Rp7 juta, silakan untuk masa depan, misalnya mulai tahun 2025 ke atas. Purnabakti yang sekarang harus tetap menerima Rp14 juta karena itu hak mereka berdasarkan keputusan lama,” tegasnya.
Sorotan tajam juga diarahkan pada internal kepengurusan Korpri Karawang yang dinilai tidak sinkron dan amburadul.
Pasalnya, dalam rapat terungkap adanya perbedaan pernyataan di antara para pengurus. Di satu sisi, dalam paparan di depan dewan, pengurus baru menyebut angka Rp7 juta hanyalah “solusi sementara”.
Namun, menurut salah satu pensiunan KORPRI, informasi lain dari internal pengurus justru mengklaim angka Rp7 juta sudah final berdasarkan hasil Musyawarah Kabupaten (Muskab).
Ketidaksinkronan ini diperparah dengan isu pemblokiran dana, lanjut seorang mantan lurah Karawang Wetan Ave, Pihak Korpri sempat berdalih bahwa dana di Bank BJB terblokir, namun pihak BJB dalam forum RDP, membantah keras dan menyatakan tidak pernah melakukan pemblokiran rekening Korpri.
“Ini menunjukkan ketidaksinkronan di tubuh pengurus. Pernyataannya berbeda-beda, ini membuktikan pengelolaan organisasi yang amburadul,” tegas Ave.
Terkait defisit anggaran di mana dana tunai Korpri dikabarkan hanya tersisa Rp7 miliar sementara kewajiban mencapai belasan miliar, Dewan menyarankan optimalisasi aset.
Diketahui Korpri memiliki empat bidang aset tanah, namun dua di antaranya dikabarkan tidak jelas keberadaannya atau “hilang”.
“Katanya KORPRI punya 4 aset. Namun yang dua hilang,” ucap Zuhri.
Dewan mendesak agar aset-aset yang ada segera dijual atau dicarikan solusi untuk menutupi kekurangan pembayaran. Dalam hal ini, peran Bupati Karawang sebagai Dewan Pembina Korpri sangat dinantikan untuk turun tangan menyelesaikan masalah.
“Bupati sebagai Dewan Pembina harus mengambil sikap. Jika perlu, Bupati bisa memfasilitasi pembelian aset tersebut atau membelinya, bupati kan kaya banyak uang, mengingat ini adalah iuran organisasi, bukan tabungan murni,” tambah politisi Partai Gerindra itu.
Menutup pembahasan, Komisi I DPRD Karawang memberikan ultimatum waktu satu minggu kepada pengurus Korpri untuk menyelesaikan persoalan ini dan melaporkannya kepada Bupati.
“Kami tunggu jawabannya satu minggu ke depan untuk melapor ke Dewan Pembina. Intinya, dengan alasan apapun, hak pensiunan harus tetap dibayarkan sebesar Rp14 juta,” pungkas Zuhri.
Reporter : Nina Melani Paradewi




