spot_img
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

POS TERKAiT

Pemeliharaan Tembus Rp 900 Juta, Kepsek SMKN 1 Karawang Dalih Siswa SMK Lebih Aktif, Data Listrik Dinilai Janggal

KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahap I Tahun 2025 di SMKN 1 Karawang menuai pertanyaan publik.

Sorotan utama mengarah pada alokasi biaya pemeliharaan sarana dan prasarana yang dinilai tidak wajar, serta ditemukannya ketidakcocokan data yang signifikan antara klaim lisan Kepala Sekolah dengan laporan realisasi anggaran.

Berdasarkan data yang dihimpun, pos anggaran untuk pemeliharaan sekolah di SMKN 1 Karawang membengkak hingga mendekati 50 persen dari total anggaran yang diterima.

Data pencairan tertanggal 22 Januari 2025, tercatat total dana yang digunakan mencapai Rp 2.074.310.000. Namun sebanyak 42,8 % atau sekitar Rp 887.949.000 habis digunakan untuk biaya pemeliharaan sarana dan prasarana. Dan sebesar Rp. 885.537.000 atau sekitar 41,2 % dihabiskan untuk biaya administrasi sekolah.

Jika dijumlahkan, kedua pos ini menelan biaya sekitar Rp 1,74 Miliar atau setara dengan 84% dari total anggaran.

Besarnya angka administrasi dan pemeliharaan ini berbanding terbalik dengan anggaran yang menyentuh langsung kualitas siswa dan guru.

Tercatat, anggaran untuk Pengembangan Perpustakaan dan Pengembangan Profesi Guru adalah Rp 0 (Nol Rupiah). Sementara kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler hanya mendapat porsi Rp 9.400.000.

Padahal, sesuai regulasi dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) tentang Petunjuk Teknis (Juknis) BOS, alokasi untuk pemeliharaan ringan idealnya dibatasi maksimal 20 persen.

Selain isu persentase pemeliharaan yang diduga menabrak aturan, kejanggalan lain muncul pada pos pembiayaan daya dan jasa (listrik).

Terdapat selisih angka yang sangat mencolok antara keterangan Kepala SMKN 1 Karawang, Rusli, dengan data yang tertuang dalam laporan penggunaan Dana BOS.

Dalam keterangannya, Rusli mengklaim bahwa beban listrik di sekolahnya sangat tinggi karena penggunaan mesin-mesin praktik berdaya besar. Ia menyebut sekolah harus mengeluarkan biaya hingga Rp 50 juta per bulan untuk listrik.

“Biaya listrik kami tidak seperti SMA biasa. Tagihan riilnya bisa mencapai Rp 50 juta per bulan. Daya kami 230.000 Watt untuk mesin praktik,” klaim Rusli saat dikonfirmasi, Rabu (17/12/25).

Namun, klaim tersebut bertolak belakang dengan data realisasi Dana BOS Tahap I untuk periode 6 bulan. Dalam laporan resmi sekolah pada pos pembayaran daya dan jasa, anggaran yang dialokasikan hanya berkisar di angka Rp 97 juta.

Jika mengacu pada klaim Rusli sebesar Rp 50 juta per bulan, maka total kebutuhan listrik untuk satu semester (6 bulan) seharusnya mencapai Rp 300 juta-an.

Ketidaksinkronan antara klaim beban operasional yang mahal dengan laporan realisasi yang minim ini menimbulkan pertanyaan mengenai validitas alasan pembengkakan anggaran di pos-pos lainnya.

Menanggapi sorotan mengenai tingginya biaya pemeliharaan yang melebihi 20 persen, Rusli berdalih bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh faktor teknis dan karakteristik siswa SMK.

Ia menyebut siswa SMK cenderung lebih aktif dibanding siswa SMA, yang berdampak pada kerusakan fasilitas yang lebih cepat.

“Karakter siswa SMK itu berbeda. Kerusakan pada meja, kursi, hingga tembok itu lebih cepat terjadi dibanding SMA. Dan, Kami ingin fasilitas ruang belajar siswa bisa senyaman ruang kepala sekolah, maka perawatannya tinggi,” ujarnya.

Reporter : Nina Melani Paradewi

Popular Articles