KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Keteguhan hati dan perjuangan tak kenal lelah akhirnya membuahkan hasil manis bagi Ertina Hisage. Mahasiswi asal pedalaman Papua ini berhasil menyelesaikan pendidikannya di Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) dengan nilai sangat memuaskan, sekaligus resmi menyandang sertifikasi profesi guru.
Di balik toga yang dikenakannya, tersimpan kisah perjuangan panjang. Demi menghadiri momen kelulusannya di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Ertina harus menempuh perjalanan laut selama enam hari dari Papua menuju Karawang. Ia datang tidak sendiri, melainkan ditemani sang ibu dan dua buah hatinya.
“Puji Tuhan, hari ini saya menerima kelulusan saya ditemani ibu dan dua orang anak saya. Bisa sampai ke sini dengan perjalanan enam hari naik kapal,” ungkap Ertina dengan mata berkaca-kaca kepada nuansametro.com, Minggu (14/12/2025).
Tantangan Infrastruktur dan Sinyal
Selama menempuh pendidikan, Ertina dihadapkan pada tantangan geografis yang berat. Tinggal di daerah dengan keterbatasan infrastruktur telekomunikasi memaksanya berjuang lebih keras, terutama saat perkuliahan daring.
Ia mengisahkan, untuk mendapatkan sinyal internet yang stabil, ia harus turun ke kota dengan berganti angkutan umum sebanyak dua kali.
“Pagi saya mengajar di Sekolah Dasar Advent Maima, lalu siang atau sore saya kuliah. Karena di tempat saya tidak ada sinyal, saya harus ke kota agar bisa mengikuti perkuliahan,” tuturnya mengenang masa-masa sulit tersebut.
Dukungan Keluarga Petani
Ertina mengakui bahwa keberhasilannya tidak lepas dari campur tangan Tuhan serta bimbingan para dosen di Unsika. Meski lahir dari keluarga sederhana, semangatnya untuk menempuh pendidikan tinggi tak pernah surut.
“Saya hanya anak dari keluarga petani dan pekebun. SD dan SMP saya dibiayai oleh bapak angkat, sedangkan SMA dan kuliah dibantu orang tua,” jelasnya.
Mimpi Bangun PAUD di Pelosok
Kini, dengan sertifikat pendidik di tangan, Ertina memiliki misi mulia untuk kampung halamannya. Ia bercita-cita mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di desanya agar anak-anak setempat mendapatkan akses pendidikan sejak dini.
Menurutnya, fasilitas PAUD yang ada saat ini lokasinya terlalu jauh di pusat kota, sehingga sulit dijangkau oleh anak-anak di pedalaman.
“Kasihan adik-adik saya yang masih kecil. Harapan saya, pemerintah bisa membantu pembangunan PAUD di desa kami,” pungkasnya penuh harap.
Kisah Ertina Hisage menjadi potret nyata wajah pendidikan di daerah terpencil, sekaligus inspirasi bahwa keterbatasan fasilitas bukanlah penghalang untuk meraih mimpi dan kembali membangun daerah. (Red)





