spot_img
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

POS TERKAiT

Sidang Verbalisan, Hakim Geram! Keterangan Penyidik Polres Karawang Tak Singkron Soal Uang Barang Bukti di Sidang Nenek Emot

KARAWANG | ONEDIGINEWS.COM | Sidang verbalisan pembuktian PU terkait dugaan raibnya uang barang bukti senilai Rp 80 juta dalam kasus pembunuhan Nenek Emot digelar di Pengadilan Negeri Karawang, pada Kamis (16/10/2025).

Sidang verbalisan ini menghadirkan tiga penyidik Polres Karawang, yaitu Heriansyah, Hendra Sukarya, dan Ridwan Hidayatuallah, sebagai saksi.

Hakim ketua Dedi Irawan SH.,MH., membuka sidang dengan menyinggung keterangan saksi ILH dan penasehat hukum terdakwa SYN pada sidang sebelumnya yang mempertanyakan keberadaan barang bukti uang hasil penjualan emas senilai kurang lebih Rp 142 juta, sementara yang diajukan penuntut umum hanya Rp 27 juta yang dititipkan di rekening kejaksaan.

Dalam persidangan terungkap bahwa para penyidik yang menangani perkara pembunuhan tersebut mengaku tidak tahu menahu mengenai barang bukti yang diserahkan oleh tim penangkap saat penangkapan SYN. Mereka hanya berpatokan pada berkas yang dilimpahkan ke kejaksaan.

Penyidik menyatakan bahwa barang bukti yang disita dari terdakwa SYN adalah uang sebesar Rp 27 juta dari rekening pribadi SYN dan uang sebesar Rp 18,9 juta dari terdakwa NYD. Uang Rp 27 juta tersebut dicairkan bersama dengan terdakwa SYN sebelum dilakukan penyitaan.

“Uang Rp. 27 juta itu berupa uang yang ada di rekening bank dan dicairkan bersama dengan terdakwa SYN. Setelah itu baru dilalukan penyitaan. Terdakwa juga ikut pada saat pengambilan,” kata penyidik.

Hakim ketua kemudian mencecar penyidik mengenai keberadaan uang hasil penjualan emas yang diakui saksi berjumlah Rp 60 juta di rekening dan Rp 80 juta tunai. Penyidik hanya mengakui bahwa yang disita adalah uang Rp 27 juta di rekening SYN.

Hakim pun mempertanyakan proses pencairan uang Rp 27 juta dari rekening SYN, terutama terkait perbedaan keterangan antara penyidik dan catatan rekening koran. Penyidik mengaku pencairan dilakukan sebelum pencetakan rekening koran, sementara JPU menyatakan bahwa saldo Rp 27 juta masih tercatat sebagai saldo akhir pada tanggal 30 April 2025, sehari sebelum uang tersebut diklaim telah dicairkan.

Jawaban penyidik ini memicu spekulasi dari hakim. Hakim menilai seharusnya uang di rekening diblokir saja agar steril dan tidak menimbulkan kecurigaan. Hakim juga menyayangkan bahwa penyidik tidak bisa membuktikan asal-usul uang hingga masuk ke rekening terdakwa.

Penyidik lalu mengatakan, kalau untuk rekening koran yang dicetak itu pada saat uang itu masuk ke rekening terdakwa untuk petunjuk . Dan pada saat pengambilan uang pun, penyidik mengaku hanya menunggu dimobil tidak ikut masuk ke bank. Hanya terdakwa yang masuk mencairkan uang tersebut. Lalu uang di diserahkan kepada JPU.

Mendengar jawaban penyidik ini pun, sontak Hakim menilai bahwa pernyataan penyidik ini menimbulkan spekulasi liar.

“jadi ini menimbulkan spekulasi liar. Karena ada uang di rekening dan ada uang cash. Yang saya soroti terkait uang direkening. Nah yang namanya uang direkening itu ada namanya pemblokiran jadi tidak harus dikeluarkan. Bukannya barang bukti dan TKP itu tidak boleh tercemar. Jadi tidak bisa buktikan uang itu dari mana kemana hingga sampai ke rekening terdakwa. Gak bisa kan?,” tegas hakim.

“Blokir saja sampai dengan rekeningnya sampai dengan dibuka kembali sehingga uangnya tetap steril disana. Kenapa undang -undang mengatur, karena menghindari yang begini ini. Ini dikeluarkan dengan tata cara pengeluarannya yang juga, saudara cerita saudara di mobil, terdakwa yang ambil fi bank, lalu dilimpahkan ke kejaksaan dalam uang cash,” tandasnya.

Dengan nada tinggi, hakim menegur penyidik karena banyak menjawab tidak tahu. Hakim menekankan bahwa sebagai penyidik yang diberi kewenangan kepolisian, mereka seharusnya mengetahui detail perkara yang ditangani.

Terdakwa SYN dalam persidangan mengaku keberatan dengan pernyataan penyidik. Ia bersikeras bahwa ada uang Rp 80 juta yang ia simpan di dalam plastik hitam dan ditaruh di dalam tas laptop saat diamankan.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, kasus pembunuhan Nenek Emot melibatkan cucunya sendiri, SP, sebagai eksekutor, dan NY sebagai pihak yang membantu menjual barang hasil rampokan. SP menusuk neneknya saat korban berusaha mempertahankan gelang emas seberat 100 gram. Dalam persidangan terungkap bahwa SP telah menjual emas tersebut dan mendapatkan uang tunai Rp 80 juta serta saldo di rekening sebesar Rp 62 juta. Namun, hanya Rp 73 juta yang diakui oleh polisi, dan kini uang itu raib tanpa jejak.

Kedua pelaku dijerat pasal tentang pembunuhan berencana dan pencurian dengan kekerasan.

Reporter : Nina Melani Paradewi

Popular Articles